Jumat, 22 Februari 2013

Secangkir Cokelat Panas [2]

“Helloooo, kulitku bukan gosong ya?! Ini namanya eksotis. Tahu enggak kalau justru banyak bule yang suka sama kulit eksotis kayak gini? Pasti enggak tahu kan? Emang norak sih kalian.” Marsya mencoba menghibur dirinya sendiri.

“Tapi kayaknya Siwon ‘SUJU’ nggak suka sama cewek berkulit eksotis deh, haha.” Rassy makin usil karena Marsya begitu mengidolakan artis Korea berkulit putih itu.

“Kalau Naomi ada disini pasti dia bakal bilang; Hey, we are the unique couple, like a cappuccino, I’m a milk and you are a black coffee.” Keyla tak mau kalah isengnya.

“Keylaaa…!” Gerutu Masya sembari mencubiti pipi tembemnya Keyla dengan gemas.

Tiba-tiba seorang pelayan kafe datang dengan membawa empat buah cangkir putih berisikan cokelat panas favorit mereka. Ada raut kebingungan pada wajah si pelayan sejak seminggu belakangan. Kebingungannya memang beralasan tapi tidak berani ia ungkapkan pada mereka bertiga.

“Tenang saja Mbak, cangkir yang satunya untuk sahabat kami kok.” Keyla mengatakan hal yang sama tiap kali pelayan itu menghampiri mereka.

Hari sudah semakin senja, bumi dibasahi oleh tirai rintik-rintik hujan. Dari balik jendela-jendela kafe, mereka bisa menyaksikan langit yang justru tidaklah muram karena berwarna keabu-abuan, melainkan warna keceriaan yang Naomi paling sukai, jingga.

Bola-bola mata itu menatap keluar jendela secara bersamaan, menikmati pemandangan yang lazim mereka rasakan kala itu bersamanya. Dalam hening, mereka menyeruput secangkir cokelat panas dengan perlahan, seakan menikmati setiap tegukan dengan hikmat, melebur dalam asa, larut pada setiap kenangan mereka masing-masing.

“Andai saja Naomi masih ada disini. Andai Naomi masih diberi kesempatan untuk hidup, pasti dia sudah menghabiskan segelas cokelat panas miliknya ini bersama kita. Bersama-sama memandang hujan dan senja.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat, 22 Februari 2013

Secangkir Cokelat Panas [2]

“Helloooo, kulitku bukan gosong ya?! Ini namanya eksotis. Tahu enggak kalau justru banyak bule yang suka sama kulit eksotis kayak gini? Pasti enggak tahu kan? Emang norak sih kalian.” Marsya mencoba menghibur dirinya sendiri.

“Tapi kayaknya Siwon ‘SUJU’ nggak suka sama cewek berkulit eksotis deh, haha.” Rassy makin usil karena Marsya begitu mengidolakan artis Korea berkulit putih itu.

“Kalau Naomi ada disini pasti dia bakal bilang; Hey, we are the unique couple, like a cappuccino, I’m a milk and you are a black coffee.” Keyla tak mau kalah isengnya.

“Keylaaa…!” Gerutu Masya sembari mencubiti pipi tembemnya Keyla dengan gemas.

Tiba-tiba seorang pelayan kafe datang dengan membawa empat buah cangkir putih berisikan cokelat panas favorit mereka. Ada raut kebingungan pada wajah si pelayan sejak seminggu belakangan. Kebingungannya memang beralasan tapi tidak berani ia ungkapkan pada mereka bertiga.

“Tenang saja Mbak, cangkir yang satunya untuk sahabat kami kok.” Keyla mengatakan hal yang sama tiap kali pelayan itu menghampiri mereka.

Hari sudah semakin senja, bumi dibasahi oleh tirai rintik-rintik hujan. Dari balik jendela-jendela kafe, mereka bisa menyaksikan langit yang justru tidaklah muram karena berwarna keabu-abuan, melainkan warna keceriaan yang Naomi paling sukai, jingga.

Bola-bola mata itu menatap keluar jendela secara bersamaan, menikmati pemandangan yang lazim mereka rasakan kala itu bersamanya. Dalam hening, mereka menyeruput secangkir cokelat panas dengan perlahan, seakan menikmati setiap tegukan dengan hikmat, melebur dalam asa, larut pada setiap kenangan mereka masing-masing.

“Andai saja Naomi masih ada disini. Andai Naomi masih diberi kesempatan untuk hidup, pasti dia sudah menghabiskan segelas cokelat panas miliknya ini bersama kita. Bersama-sama memandang hujan dan senja.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar