Jumat, 22 Februari 2013

Bisnis Rizky [1]

Rizky lagi menghitung uang pemasukan pulsanya hari ini di kelas.

“Lumayan buat beli komik Miiko edisi terbaru dan sisanya masuk tabungan,” batin Rizky sambil memasukan semua uangnya ke dompetnya yang berwarna ungu. Cewek berseragam putih biru itu memang berjualan pulsa isi ulang. Tadinya yang berjualan pulsa adalah Ibunya di rumah. Tapi, Rizky melihat peluang kalau dia bisa menjual pulsa juga di sekolahnya.
  
“Memangnya kamu nggak malu jualan di sekolah?” kata Ibu saat Rizky mengatakan niatnya untuk berjualan pulsa.

“Kenapa harus malu, Bu? Nggak ada larangan nggak boleh berjualan di sekolah, kok. Berarti Rizky nggak melanggar aturan. Dan selama itu nggak melanggar aturan, Rizky nggak perlu malu, kan?” Rizky malah balik bertanya sama Ibu.
  
Maka, dimulailah hari-hari Rizky sebagai penjual pulsa. Awalnya, Rizky hanya memberitahu teman-teman dekatnya saja kalau dia sekarang berjualan pulsa. Lama-lama teman sekelasnya mulai tahu dan sekarang hampir semua murid di sekolahnya tahu kalau Rizky berjualan pulsa.

Tiap istirahat sekolah tiba, banyak anak-anak dari kelas lain yang datang ke Rizky untuk membeli pulsa. Usaha Rizky pun makin lancar sampai sebuah pengumuman sampai ke telinganya.
  
“Terhitung mulai bulan Januari, semua murid dilarang membawa handphone ke sekolah. Semua Siswa wajib mengumpulkan handphone saat hendak masuk ke dalam kelas. Bagi yang melanggar akan ada sangsi berupa penyitaan handphone.”
  
Pengumuman itu jelas bikin semua murid heboh. Semuanya kasak kusuk mencari cara biar bisa membawa handphone ke dalam kelas. Saat istirahat yang biasanya dipakai untuk menelepon, sms atau buka akun Twitter kini nggak bisa dilakukan lagi.

Tapi, dari semua kehebohan murid-murid itu, Rizky lah yang paling menderita. Kalau nggak boleh bawa handphone, bagaimana dia bisa menjalankan bisnisnya? Sementara bisnis Rizky Cell hanya bisa dilakukan lewat handphone-nya.
  
Peraturan itu akhirnya diberlakukan. Semua anak harus mengumpulkan handphone saat mau masuk kelas pada wali kelas masing-masing. Rizky mencoba meminta dispensasi atas peraturan baru ini.

“Bu, aku kan jual pulsa. Kalau nggak ada handphone, aku jadi nggak bisa jualan,” kata Rizky pada suatu pagi. Bu Maria, wali kelasnya, hanya menggeleng menanggapi permintaan Rizky.

“Kumpulkan atau handphone kamu Ibu sita,” tegas Bu Maria. Mau nggak mau Rizky langsung nurut. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat, 22 Februari 2013

Bisnis Rizky [1]

Rizky lagi menghitung uang pemasukan pulsanya hari ini di kelas.

“Lumayan buat beli komik Miiko edisi terbaru dan sisanya masuk tabungan,” batin Rizky sambil memasukan semua uangnya ke dompetnya yang berwarna ungu. Cewek berseragam putih biru itu memang berjualan pulsa isi ulang. Tadinya yang berjualan pulsa adalah Ibunya di rumah. Tapi, Rizky melihat peluang kalau dia bisa menjual pulsa juga di sekolahnya.
  
“Memangnya kamu nggak malu jualan di sekolah?” kata Ibu saat Rizky mengatakan niatnya untuk berjualan pulsa.

“Kenapa harus malu, Bu? Nggak ada larangan nggak boleh berjualan di sekolah, kok. Berarti Rizky nggak melanggar aturan. Dan selama itu nggak melanggar aturan, Rizky nggak perlu malu, kan?” Rizky malah balik bertanya sama Ibu.
  
Maka, dimulailah hari-hari Rizky sebagai penjual pulsa. Awalnya, Rizky hanya memberitahu teman-teman dekatnya saja kalau dia sekarang berjualan pulsa. Lama-lama teman sekelasnya mulai tahu dan sekarang hampir semua murid di sekolahnya tahu kalau Rizky berjualan pulsa.

Tiap istirahat sekolah tiba, banyak anak-anak dari kelas lain yang datang ke Rizky untuk membeli pulsa. Usaha Rizky pun makin lancar sampai sebuah pengumuman sampai ke telinganya.
  
“Terhitung mulai bulan Januari, semua murid dilarang membawa handphone ke sekolah. Semua Siswa wajib mengumpulkan handphone saat hendak masuk ke dalam kelas. Bagi yang melanggar akan ada sangsi berupa penyitaan handphone.”
  
Pengumuman itu jelas bikin semua murid heboh. Semuanya kasak kusuk mencari cara biar bisa membawa handphone ke dalam kelas. Saat istirahat yang biasanya dipakai untuk menelepon, sms atau buka akun Twitter kini nggak bisa dilakukan lagi.

Tapi, dari semua kehebohan murid-murid itu, Rizky lah yang paling menderita. Kalau nggak boleh bawa handphone, bagaimana dia bisa menjalankan bisnisnya? Sementara bisnis Rizky Cell hanya bisa dilakukan lewat handphone-nya.
  
Peraturan itu akhirnya diberlakukan. Semua anak harus mengumpulkan handphone saat mau masuk kelas pada wali kelas masing-masing. Rizky mencoba meminta dispensasi atas peraturan baru ini.

“Bu, aku kan jual pulsa. Kalau nggak ada handphone, aku jadi nggak bisa jualan,” kata Rizky pada suatu pagi. Bu Maria, wali kelasnya, hanya menggeleng menanggapi permintaan Rizky.

“Kumpulkan atau handphone kamu Ibu sita,” tegas Bu Maria. Mau nggak mau Rizky langsung nurut. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar