Minggu, 04 Desember 2011

Rupiah Yang Rapuh

Nilai rupiah meluncur turun sampai ke level 12.000 per dolar AS, terendah setelah krisis moneter 1997. Banyak faktor telah menjatuhkan nilai tukar rupiah. Pemerintah dan Bank Indonesia panik lantaran nilai rupiah terhadap dolar AS meluncur turun sampai 1000 poin hanya tempo sepekan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono buru-buru mengadakan pertemuan, membahas langkah-langkah penting untuk menyelamatkan rupiah. BI mengeluarkan kebijakan menaikkan tingkat suku bunga dan sejumlah langkah penyelamatan lainnya.
Langkah ini diambil BI setelah menguras tak kurang dari 3 miliar dolar AS dari koceknya untuk melakukan intervensi pasar. Tampaknya, langkah penyelamatan BI membuahkan hasil. Nilai rupiah yang sempat menyentuh angka 12.000 per dolar  AS (30/8), hari berikutnya (31/8) menguat menjadi Rp 10.600, dan pada penutupan pekan lalu (1/9) menguat 350 poin, menjadi Rp 10.250 per dolar AS.
Pemerintah menyalahkan lonjakan harga minyak bumi di pasar tunai internasional sebagai penyebab utama merosotnya nilai rupiah terhadap dolar. Tetapi para pelaku pasar lebih melihat penyebab pada lemahnya tim ekonomi Presiden Susilo. Susilo yang tampil di depan televisi Jum’at (1/11), menjanjikan pemulihan nilai rupiah dengan memangkas subsidi, alias menaikkan harga BBM. Kenaikan itu akan dilakukan seputar September atau Oktober. Sebab dengan harga minyak mentah 70 dolar per barel, pemerintah harus menanggung subsidi Rp 150 triliun. Susilo bersikeras tidak akan merombak kabinetnya.
Rupiah bukan semata-mata sebagai alat tukar, tetapi menjadi cermin kekuatan ekonomi dan stabilitas negara. Kurs rupiah bergerak ke atas atau ke bawah sejalan dengan kinerja ekonomi serta perkembangan politik dan keamanan. Situasi politik dan keamanan yang tidak stabil dimanfaatkan oleh para spekulan untuk mempermainkan nilai rupiah.
Lantaran Indonesia menjadi bagian dari perdagangan bebas, maka kurs rupiah dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal; posisi neraca berjalan (ekspor-impor), tingkat pertumbuhan ekonomi, manuver bursa saham, potensi produksi, laju inflasi dan pergerakan mata uang asing yang besar, terutama dolar AS. Faktor eksternal, berkaitan dengan kegiatan impor, pembayaran cicilan utang luar negeri, gerakan mata uang dan bursa saham asing dan kebijakan tingkat suku bunga internasional.
Memang buat negara yang menganut sistem nilai tukar tetap (fixed currency rate), seperti Cina, kurs hanya berdimensi ekonomi sehingga nilainya tidak berubah dalam jangka panjang. Tetapi buat negara-negara yang menganut sistem nilai tukar mengambang (free floating currency rate), mata uang benar-benar bermuka dua. Di satu sisi berdimensi ekonomis, di sisi lain berdimensi politis.
Dalam dimensi ekonomi, perjalanan kurs bisa diprediksi karena mengikuti kinerja ekonomi. Namun dalam dimensi politik, gejolak kurs atau krisis moneter, bisa mengubah peta politik sebuah negara. Hal ini pernah terjadi pada ujung pemerintahan Presiden Soeharto (1997-1998). Gejolak kurs memberi andil cukup besar bagi tumbangnya pemerintahan Pak Harto. Nilai rupiah yang di awal tahun 1997 masih berada pada kisaran Rp 2.500-Rp 2.800 per dolar AS, terjun bebas sampai ke angka 16.000 pada ujung tahun 1997 sampai awal 1998. Di era pemerintahan Presiden B.J. Habibie (1998-1999), nilai rupiah membaik pada kisaran 7.000 per dolar AS.
Gejolak politik bisa membuat nilai rupiah terkaget-kaget, bahkan dalam tempo kurang dari 24 jam. Ini terjadi pada masa pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (1999-2001). Seringnya penggantian anggota kabinet dan pernyataan-pernyataan Gus Dur yang kontroversial, dimanfaatkan oleh para spekulan untuk menggoyang nilai tukar rupiah terhadap dolar. Gejolak rupiah ikut memberi andil bagi jatuhnya pemerintahan Gus Dur.
Hanya di era pemerintahan Presiden Megawati (2001-2004), kurs rupiah agak stabil karena ditopang oleh situasi politik dan keamanan yang relatif stabil. Nilai rupiah bergerak pada kisaran Rp 8.500 sampai Rp 9.000 per dolar AS. Jatuhnya nilai rupiah di masa pemerintahan Presiden Susilo, memang banyak dipengaruhi oleh krisis BBM akibat naiknya harga minyak mentah dan lemahnya kinerja ekonomi (impor lebih besar dari ekspor). Selain cicilan utang luar negeri, pemerintah via PT. Pertamina, harus mengumpulkan 1,5 miliar dolar AS sebulan untuk mengimpor 15 juta barel minyak dan 14 juta barel BBM olahan.
Gangguan (distorsi) terhadap kinerja ekonomi makro Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak hari-hari pertama masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu. Sejumlah analis mengisyaratkan reaksi negatif pasar terhadap personalia KIB. Pasar cemas lantaran sejumlah personalia kabinet diangkat berdasarkan kompromi politik, bukan karena keahliannya. Kecemasan pasar lainnya, adanya diskoordinasi di antara para menteri yang berlatar belakang politik berbeda.SH (Berita Indonesia 03)

Enam Langkah Stabilisasi Rupiah
  1. Menaikkan suku bunga BI rate sebesar 75 basis poin menjadi 9,5% mulai 30 Agustus.
  2. Menaikkan suku bunga fasilitas simpanan BI (Fasbi) 7 hari sebesar 100 basis poin menjadi 8,5%, berlaku sejak 31 Agustus.
  3. Menyerap likuiditas dengan instrumen fine tune contrasction (FTC) dengan variable rate tender, melakukan pelelangan, misalnya lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
  4. Suku bunga penjaminan simpanan dinaikkan mulai September 2005. Untuk deposito rupiah jangka waktu menjadi BI rate plus 50 basis poin atau 10%. Untuk deposito valuta asing naik 125 basis poin dari 3% menjadi 4,25%.
  5. BI menaikkan simpanan wajib perbankan atau giro wajib minimum (GWM), yang saat ini 8%, secara bervariasi sesuai dengan kondisi bank.
  6. Atas kenaikan GWM tersebut, BI juga menaikkan imbalan jasa giro (semacam bunga) dari 3% menjadi 5,5%, untuk semua GWM di atas 5%.

Langkah-langkah Lain
  1. Menyediakan fasilitas swap dengan BI untuk perlindungan nilai (hedging).
  2. Melakukan intervensi valuta asing (valas) dengan instrumen swap jangka pendek.
  3. Menyempurnakan ketentuan kehati-hatian dalam transaksi devisa. Antara lain, dengan mengatur transaksi margin perdagangan dan penyesuaian ketentuan posisi devisa neto (net open position).
  4. BI akan meningkatkan pengawasan terhadap bank atas transaksi valas tanpa dokumen pendukung, termasuk mengenakan sanksi (Sumber: BI-SH).
Kurs Rupiah Terhadap Dolar ASJanuari 9.305,  Maret 9.520,  Mei 9.545, Juli 9.360
Februari 9.300, April 9.755,  Juni 9.770, Agustus 12.000
Cadangan Devisa (Dalam jutaan USD)                                Januari         Februari          Maret          April          Mei            Juni
SDR                          86,05           10,03           9,93              93,21       15,03         23,33
RPF                          221,30        221,80          219,50           220,20      216,10      212,30
Emas                      1.262,53       1.340,58     1.315,58          1.334,33    1.290,29   1.263,50
Surat Berharga&
Simpanan             34.469,45       34.917,00      34.382,05    34.629,18    32.937,22  32.212,03
Lain-lain                  52,95             53,20          103,08          151,86        153,96      154,25
Total Cadangan
Devisa                35.002,18         36.542,11     36.030,14       36.420,78  34.612,80  33.865,41

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minggu, 04 Desember 2011

Rupiah Yang Rapuh

Nilai rupiah meluncur turun sampai ke level 12.000 per dolar AS, terendah setelah krisis moneter 1997. Banyak faktor telah menjatuhkan nilai tukar rupiah. Pemerintah dan Bank Indonesia panik lantaran nilai rupiah terhadap dolar AS meluncur turun sampai 1000 poin hanya tempo sepekan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono buru-buru mengadakan pertemuan, membahas langkah-langkah penting untuk menyelamatkan rupiah. BI mengeluarkan kebijakan menaikkan tingkat suku bunga dan sejumlah langkah penyelamatan lainnya.
Langkah ini diambil BI setelah menguras tak kurang dari 3 miliar dolar AS dari koceknya untuk melakukan intervensi pasar. Tampaknya, langkah penyelamatan BI membuahkan hasil. Nilai rupiah yang sempat menyentuh angka 12.000 per dolar  AS (30/8), hari berikutnya (31/8) menguat menjadi Rp 10.600, dan pada penutupan pekan lalu (1/9) menguat 350 poin, menjadi Rp 10.250 per dolar AS.
Pemerintah menyalahkan lonjakan harga minyak bumi di pasar tunai internasional sebagai penyebab utama merosotnya nilai rupiah terhadap dolar. Tetapi para pelaku pasar lebih melihat penyebab pada lemahnya tim ekonomi Presiden Susilo. Susilo yang tampil di depan televisi Jum’at (1/11), menjanjikan pemulihan nilai rupiah dengan memangkas subsidi, alias menaikkan harga BBM. Kenaikan itu akan dilakukan seputar September atau Oktober. Sebab dengan harga minyak mentah 70 dolar per barel, pemerintah harus menanggung subsidi Rp 150 triliun. Susilo bersikeras tidak akan merombak kabinetnya.
Rupiah bukan semata-mata sebagai alat tukar, tetapi menjadi cermin kekuatan ekonomi dan stabilitas negara. Kurs rupiah bergerak ke atas atau ke bawah sejalan dengan kinerja ekonomi serta perkembangan politik dan keamanan. Situasi politik dan keamanan yang tidak stabil dimanfaatkan oleh para spekulan untuk mempermainkan nilai rupiah.
Lantaran Indonesia menjadi bagian dari perdagangan bebas, maka kurs rupiah dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal; posisi neraca berjalan (ekspor-impor), tingkat pertumbuhan ekonomi, manuver bursa saham, potensi produksi, laju inflasi dan pergerakan mata uang asing yang besar, terutama dolar AS. Faktor eksternal, berkaitan dengan kegiatan impor, pembayaran cicilan utang luar negeri, gerakan mata uang dan bursa saham asing dan kebijakan tingkat suku bunga internasional.
Memang buat negara yang menganut sistem nilai tukar tetap (fixed currency rate), seperti Cina, kurs hanya berdimensi ekonomi sehingga nilainya tidak berubah dalam jangka panjang. Tetapi buat negara-negara yang menganut sistem nilai tukar mengambang (free floating currency rate), mata uang benar-benar bermuka dua. Di satu sisi berdimensi ekonomis, di sisi lain berdimensi politis.
Dalam dimensi ekonomi, perjalanan kurs bisa diprediksi karena mengikuti kinerja ekonomi. Namun dalam dimensi politik, gejolak kurs atau krisis moneter, bisa mengubah peta politik sebuah negara. Hal ini pernah terjadi pada ujung pemerintahan Presiden Soeharto (1997-1998). Gejolak kurs memberi andil cukup besar bagi tumbangnya pemerintahan Pak Harto. Nilai rupiah yang di awal tahun 1997 masih berada pada kisaran Rp 2.500-Rp 2.800 per dolar AS, terjun bebas sampai ke angka 16.000 pada ujung tahun 1997 sampai awal 1998. Di era pemerintahan Presiden B.J. Habibie (1998-1999), nilai rupiah membaik pada kisaran 7.000 per dolar AS.
Gejolak politik bisa membuat nilai rupiah terkaget-kaget, bahkan dalam tempo kurang dari 24 jam. Ini terjadi pada masa pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (1999-2001). Seringnya penggantian anggota kabinet dan pernyataan-pernyataan Gus Dur yang kontroversial, dimanfaatkan oleh para spekulan untuk menggoyang nilai tukar rupiah terhadap dolar. Gejolak rupiah ikut memberi andil bagi jatuhnya pemerintahan Gus Dur.
Hanya di era pemerintahan Presiden Megawati (2001-2004), kurs rupiah agak stabil karena ditopang oleh situasi politik dan keamanan yang relatif stabil. Nilai rupiah bergerak pada kisaran Rp 8.500 sampai Rp 9.000 per dolar AS. Jatuhnya nilai rupiah di masa pemerintahan Presiden Susilo, memang banyak dipengaruhi oleh krisis BBM akibat naiknya harga minyak mentah dan lemahnya kinerja ekonomi (impor lebih besar dari ekspor). Selain cicilan utang luar negeri, pemerintah via PT. Pertamina, harus mengumpulkan 1,5 miliar dolar AS sebulan untuk mengimpor 15 juta barel minyak dan 14 juta barel BBM olahan.
Gangguan (distorsi) terhadap kinerja ekonomi makro Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak hari-hari pertama masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu. Sejumlah analis mengisyaratkan reaksi negatif pasar terhadap personalia KIB. Pasar cemas lantaran sejumlah personalia kabinet diangkat berdasarkan kompromi politik, bukan karena keahliannya. Kecemasan pasar lainnya, adanya diskoordinasi di antara para menteri yang berlatar belakang politik berbeda.SH (Berita Indonesia 03)

Enam Langkah Stabilisasi Rupiah
  1. Menaikkan suku bunga BI rate sebesar 75 basis poin menjadi 9,5% mulai 30 Agustus.
  2. Menaikkan suku bunga fasilitas simpanan BI (Fasbi) 7 hari sebesar 100 basis poin menjadi 8,5%, berlaku sejak 31 Agustus.
  3. Menyerap likuiditas dengan instrumen fine tune contrasction (FTC) dengan variable rate tender, melakukan pelelangan, misalnya lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
  4. Suku bunga penjaminan simpanan dinaikkan mulai September 2005. Untuk deposito rupiah jangka waktu menjadi BI rate plus 50 basis poin atau 10%. Untuk deposito valuta asing naik 125 basis poin dari 3% menjadi 4,25%.
  5. BI menaikkan simpanan wajib perbankan atau giro wajib minimum (GWM), yang saat ini 8%, secara bervariasi sesuai dengan kondisi bank.
  6. Atas kenaikan GWM tersebut, BI juga menaikkan imbalan jasa giro (semacam bunga) dari 3% menjadi 5,5%, untuk semua GWM di atas 5%.

Langkah-langkah Lain
  1. Menyediakan fasilitas swap dengan BI untuk perlindungan nilai (hedging).
  2. Melakukan intervensi valuta asing (valas) dengan instrumen swap jangka pendek.
  3. Menyempurnakan ketentuan kehati-hatian dalam transaksi devisa. Antara lain, dengan mengatur transaksi margin perdagangan dan penyesuaian ketentuan posisi devisa neto (net open position).
  4. BI akan meningkatkan pengawasan terhadap bank atas transaksi valas tanpa dokumen pendukung, termasuk mengenakan sanksi (Sumber: BI-SH).
Kurs Rupiah Terhadap Dolar ASJanuari 9.305,  Maret 9.520,  Mei 9.545, Juli 9.360
Februari 9.300, April 9.755,  Juni 9.770, Agustus 12.000
Cadangan Devisa (Dalam jutaan USD)                                Januari         Februari          Maret          April          Mei            Juni
SDR                          86,05           10,03           9,93              93,21       15,03         23,33
RPF                          221,30        221,80          219,50           220,20      216,10      212,30
Emas                      1.262,53       1.340,58     1.315,58          1.334,33    1.290,29   1.263,50
Surat Berharga&
Simpanan             34.469,45       34.917,00      34.382,05    34.629,18    32.937,22  32.212,03
Lain-lain                  52,95             53,20          103,08          151,86        153,96      154,25
Total Cadangan
Devisa                35.002,18         36.542,11     36.030,14       36.420,78  34.612,80  33.865,41

Tidak ada komentar:

Posting Komentar