Minggu, 04 Desember 2011

Pelabuhan Merak Makin Mandek

Penyeberangan kapal dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni dan sebaliknya semakin mandek. Pembangunan terowongan bawah laut rel kereta api Selat Sunda perlu diprioritaskan.
Tom, supir truk yang membawa kacang ijo dari Jawa ke Sumatera tertegun di samping truknya yang sedang mengantre di jalan raya menuju Pelabuhan Merak. Pikirannya menerawang ke hari esok. Sudah tiga malam dia telat dari jadwal biasanya akibat kemacetan panjang di jalur tersebut. Tidak hanya keterlambatan yang dia kuatirkan, tapi risiko barang bawaannya akan ditolak pemesan lebih mengganggu pikirannya. Sebab, jika dia tidak segera menyeberang ke Pulau Sumatera, kacang ijo yang dia bawa terancam sudah berubah jadi toge, sehingga sudah pasti akan ditolak pemesan.
Tom hanyalah satu dari sekian banyak orang yang mengeluh karena mengalami kerugian akibat mandegnya angkutan penyeberangan dari pelabuhan Merak menuju Bakauheni dan sebaliknya.
Seperti diketahui, di samping berkurangnya armada, cuaca buruk juga telah mengurangi volume pelayaran kapal feri dan kapal roll on roll off (roro) dari Pelabuhan Merak, Banten menuju Bakauheni, Lampung atau sebaliknya sejak awal Februari hingga Maret 2011. Ketidakseimbangan daya angkut dengan jumlah truk yang hendak menyeberang membuat terjadinya antrean panjang truk di sepanjang jalan raya hingga tol menuju Pelabuhan Merak. Saking banyaknya truk yang menunggu giliran, antrean bahkan bisa mencapai 12 Km lebih, terhitung mulai dari pintu masuk pelabuhan. Walau tidak separah di pelabuhan Merak, di Pelabuhan Bakauheni juga terjadi tumpukan truk yang menunggu giliran menyeberang ke Pulau Jawa.
Kemandekan penyeberangan ini dengan sendirinya telah mengganggu distribusi pangan dan barang lainnya di Jawa - Sumatera, sekaligus telah mengakibatkan kerugian berbagai pihak, khususnya pada para pelaku ekonomi di daerah ini. Para supir truk misalnya, sangat mengeluhkan kemacetan ini karena semakin lama mereka di perjalanan berarti biaya hidup mereka juga ikut membengkak. Di samping itu, upah mereka juga turut berkurang karena pengupahan mereka biasanya dihitung per jumlah pengiriman, sementara waktu mereka sudah banyak terbuang hanya untuk menunggu menyeberang.
Selain supir truk, pedagang di dua wilayah ini juga banyak yang mengeluh karena barang mereka kerap terlambat, bahkan dengan kualitas yang sudah turun pula. Seperti komoditas pertanian misalnya, sering sampai kepada pemesan sudah dalam kondisi membusuk. Di Pasar Tamin, Bandar Lampung, pedagang sayur di tempat ini turut mengeluhkan kemacetan di Merak karena komoditas yang dikirim dari Jawa terlambat sehingga sudah membusuk.
Pengusaha ekspedisi dan travel juga tak luput dari kerugian karena volume perjalanan mereka jadi berkurang akibat kemandekan ini. Menurut pengakuan Agus, seorang sopir travel misalnya, ia yang biasanya bisa pergi-pulang (satu rit) dalam sehari, tapi akibat panjangnya antrean masuk kapal penyeberangan, kini tidak bisa satu hari lagi. Biaya solar dan makannya pun menurutnya ikut membengkak, seiring makin lamanya waktu penyeberangan. Sekarang menurutnya, untuk menyeberang tidak bisa lagi 2,5 jam. Tapi paling cepat 3,5 jam.
Tidak hanya sopir, pedagang, dan pengusaha travel yang mengeluhkan masalah ini, Operator jalan tol Tangerang-Merak, PT Marga Mandala Sakti (MMS) juga mengaku rugi akibat kemacetan ini. Sebab, volume kendaraaan yang melintas di jalan tol juga ikut menurun dibanding hari normal. Kerugian diperkirakan mencapai miliaran rupiah.
Jika kondisi ini tidak segera diatasi, tidak lama lagi inflasi juga dikhawatirkan akan terjadi di sejumlah kota di Sumatera karena seiring langkanya barang dan pembengkakan biaya distribusi maka harga pun otomatis akan naik. Akhir-akhir ini, beberapa daerah di Lampung bahkan diberitakan sudah mengalami inflasi. Kota Bandar Lampung misalnya, selama Februari 2011 diberitakan telah mengalami inflasi 0,70 persen. Inflasi yang cukup tinggi ini disumbang komponen sayur- sayuran, terutama bawang, serta sejumlah barang konsumsi, seperti mi instan, susu kaleng, sabun, dan buah-buahan yang selama ini masih dikirim dari Jawa. Selain Bandar Lampung, kota lain di Sumatera seperti Tanjung Pinang, Padang, dan Bengkulu juga diberitakan mengalami inflasi tinggi.
Menganggap persoalan ini bukan persoalan enteng, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun sampai merasa perlu menyampaikan perintah tegas kepada bawahannya agar segera mengatasi masalah ini. Sebagaimana disampaikan Menko Perekonomian Hatta Rajasa, 25/2/2011, Presiden SBY disebutkan telah menginstruksikan Kementerian terkait agar mengoptimalkan PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia dan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) untuk mengatasi antrean truk ke Pelabuhan Merak itu. Kedua BUMN pelayaran itu juga diminta segera melakukan langkah darurat, yaitu mengerahkan semua kapal feri dan kapal roll on roll off (roro) yang bisa mengatasi gelombang laut di atas 2-3 meter. Menhub Freddy Numberi dan Menteri BUMN Mustafa Abubakar diminta Presiden untuk memantau pelaksanaan instruksi itu.
Mendapat instruksi demikian, PT ASDP pun menambah 13 kapal ke Selat Sunda. “Untuk enam kapal milik ASDP dikirim tahun ini, dua kapal baru dan empat lagi kapal bekas, sedangkan untuk tujuh kapalnya menyusul,” kata Menteri Menteri BUMN, Mustafa Abubakar usai melakukan rapat tertutup dengan pihak ASDP Pusat dan Cabang Utama Merak, Minggu (6/3/2011).
Terowongan KA Selat Sunda
Untuk jangka panjang, pembangunan Jembatan Selat Sunda yang sudah lama diwacanakan kembali dibicarakan sebagai solusi mengatasi permasalahan penyeberangan ini. Menko Perekonomian Hatta Radjasa merupakan salah satu petinggi negara yang mengajukan solusi tersebut. “Jangka panjangnya mau tidak mau kita bangun jembatan di situ,” kata Hatta Radjasa, Selasa (1/3/2011). Namun sampai saat ini, rencana pembangunan jembatan yang akan menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera itu, menurut Hatta, baru pada tahap persiapan regulasi.
Sementara, ketika wacana pembangunan jembatan Selat Sunda itu mengemuka, Syaykh Panji Gumilang menyampaikan gagasan pembangunan terowongan kereta api bawah laut Selat Sunda dan Selat Bali untuk menghubungkan Lintas Kereta Api Sumatera-Jawa-Bali atau Trans Sumatera-Jawa-Bali Railways, disingkat TSJB Railways. Syaykh Panji Gumilang berpendapat bahwa akan lebih baik memprioritaskan pembangunan terowongan kereta api bawah laut Selat Sunda daripada jembatan Selat Sunda.
Menurut Syaykh Panji Gumilang, sesuai keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan, sudah saatnya pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan infrastruktur kereta api dan perhubungan laut daripada infrastruktur jalan darat. Di samping itu, pembangunan jalan darat, tol dan jembatan, jauh lebih besar, terutama dalam hal biaya pembebasan tanah, daripada pembangunan rel kereta api.
Sependapat dengan Syaykh Panji Gumilang, Direktur Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan Tunjung Inderawan mengatakan pembangunan angkutan kereta api seakan masih belum menjadi prioritas dalam pembangunan infrastruktur. Dia memberi contoh, pengajuan anggaran perkeretaapian 2011 untuk membangun jalur-jalur ganda di lintas utara dan selatan Jawa serta rehabilitasi sejumlah rel peninggalan Belanda Rp.8 triliun, tapi yang disetujui Rp4,1 triliun. MS 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minggu, 04 Desember 2011

Pelabuhan Merak Makin Mandek

Penyeberangan kapal dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni dan sebaliknya semakin mandek. Pembangunan terowongan bawah laut rel kereta api Selat Sunda perlu diprioritaskan.
Tom, supir truk yang membawa kacang ijo dari Jawa ke Sumatera tertegun di samping truknya yang sedang mengantre di jalan raya menuju Pelabuhan Merak. Pikirannya menerawang ke hari esok. Sudah tiga malam dia telat dari jadwal biasanya akibat kemacetan panjang di jalur tersebut. Tidak hanya keterlambatan yang dia kuatirkan, tapi risiko barang bawaannya akan ditolak pemesan lebih mengganggu pikirannya. Sebab, jika dia tidak segera menyeberang ke Pulau Sumatera, kacang ijo yang dia bawa terancam sudah berubah jadi toge, sehingga sudah pasti akan ditolak pemesan.
Tom hanyalah satu dari sekian banyak orang yang mengeluh karena mengalami kerugian akibat mandegnya angkutan penyeberangan dari pelabuhan Merak menuju Bakauheni dan sebaliknya.
Seperti diketahui, di samping berkurangnya armada, cuaca buruk juga telah mengurangi volume pelayaran kapal feri dan kapal roll on roll off (roro) dari Pelabuhan Merak, Banten menuju Bakauheni, Lampung atau sebaliknya sejak awal Februari hingga Maret 2011. Ketidakseimbangan daya angkut dengan jumlah truk yang hendak menyeberang membuat terjadinya antrean panjang truk di sepanjang jalan raya hingga tol menuju Pelabuhan Merak. Saking banyaknya truk yang menunggu giliran, antrean bahkan bisa mencapai 12 Km lebih, terhitung mulai dari pintu masuk pelabuhan. Walau tidak separah di pelabuhan Merak, di Pelabuhan Bakauheni juga terjadi tumpukan truk yang menunggu giliran menyeberang ke Pulau Jawa.
Kemandekan penyeberangan ini dengan sendirinya telah mengganggu distribusi pangan dan barang lainnya di Jawa - Sumatera, sekaligus telah mengakibatkan kerugian berbagai pihak, khususnya pada para pelaku ekonomi di daerah ini. Para supir truk misalnya, sangat mengeluhkan kemacetan ini karena semakin lama mereka di perjalanan berarti biaya hidup mereka juga ikut membengkak. Di samping itu, upah mereka juga turut berkurang karena pengupahan mereka biasanya dihitung per jumlah pengiriman, sementara waktu mereka sudah banyak terbuang hanya untuk menunggu menyeberang.
Selain supir truk, pedagang di dua wilayah ini juga banyak yang mengeluh karena barang mereka kerap terlambat, bahkan dengan kualitas yang sudah turun pula. Seperti komoditas pertanian misalnya, sering sampai kepada pemesan sudah dalam kondisi membusuk. Di Pasar Tamin, Bandar Lampung, pedagang sayur di tempat ini turut mengeluhkan kemacetan di Merak karena komoditas yang dikirim dari Jawa terlambat sehingga sudah membusuk.
Pengusaha ekspedisi dan travel juga tak luput dari kerugian karena volume perjalanan mereka jadi berkurang akibat kemandekan ini. Menurut pengakuan Agus, seorang sopir travel misalnya, ia yang biasanya bisa pergi-pulang (satu rit) dalam sehari, tapi akibat panjangnya antrean masuk kapal penyeberangan, kini tidak bisa satu hari lagi. Biaya solar dan makannya pun menurutnya ikut membengkak, seiring makin lamanya waktu penyeberangan. Sekarang menurutnya, untuk menyeberang tidak bisa lagi 2,5 jam. Tapi paling cepat 3,5 jam.
Tidak hanya sopir, pedagang, dan pengusaha travel yang mengeluhkan masalah ini, Operator jalan tol Tangerang-Merak, PT Marga Mandala Sakti (MMS) juga mengaku rugi akibat kemacetan ini. Sebab, volume kendaraaan yang melintas di jalan tol juga ikut menurun dibanding hari normal. Kerugian diperkirakan mencapai miliaran rupiah.
Jika kondisi ini tidak segera diatasi, tidak lama lagi inflasi juga dikhawatirkan akan terjadi di sejumlah kota di Sumatera karena seiring langkanya barang dan pembengkakan biaya distribusi maka harga pun otomatis akan naik. Akhir-akhir ini, beberapa daerah di Lampung bahkan diberitakan sudah mengalami inflasi. Kota Bandar Lampung misalnya, selama Februari 2011 diberitakan telah mengalami inflasi 0,70 persen. Inflasi yang cukup tinggi ini disumbang komponen sayur- sayuran, terutama bawang, serta sejumlah barang konsumsi, seperti mi instan, susu kaleng, sabun, dan buah-buahan yang selama ini masih dikirim dari Jawa. Selain Bandar Lampung, kota lain di Sumatera seperti Tanjung Pinang, Padang, dan Bengkulu juga diberitakan mengalami inflasi tinggi.
Menganggap persoalan ini bukan persoalan enteng, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun sampai merasa perlu menyampaikan perintah tegas kepada bawahannya agar segera mengatasi masalah ini. Sebagaimana disampaikan Menko Perekonomian Hatta Rajasa, 25/2/2011, Presiden SBY disebutkan telah menginstruksikan Kementerian terkait agar mengoptimalkan PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia dan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) untuk mengatasi antrean truk ke Pelabuhan Merak itu. Kedua BUMN pelayaran itu juga diminta segera melakukan langkah darurat, yaitu mengerahkan semua kapal feri dan kapal roll on roll off (roro) yang bisa mengatasi gelombang laut di atas 2-3 meter. Menhub Freddy Numberi dan Menteri BUMN Mustafa Abubakar diminta Presiden untuk memantau pelaksanaan instruksi itu.
Mendapat instruksi demikian, PT ASDP pun menambah 13 kapal ke Selat Sunda. “Untuk enam kapal milik ASDP dikirim tahun ini, dua kapal baru dan empat lagi kapal bekas, sedangkan untuk tujuh kapalnya menyusul,” kata Menteri Menteri BUMN, Mustafa Abubakar usai melakukan rapat tertutup dengan pihak ASDP Pusat dan Cabang Utama Merak, Minggu (6/3/2011).
Terowongan KA Selat Sunda
Untuk jangka panjang, pembangunan Jembatan Selat Sunda yang sudah lama diwacanakan kembali dibicarakan sebagai solusi mengatasi permasalahan penyeberangan ini. Menko Perekonomian Hatta Radjasa merupakan salah satu petinggi negara yang mengajukan solusi tersebut. “Jangka panjangnya mau tidak mau kita bangun jembatan di situ,” kata Hatta Radjasa, Selasa (1/3/2011). Namun sampai saat ini, rencana pembangunan jembatan yang akan menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera itu, menurut Hatta, baru pada tahap persiapan regulasi.
Sementara, ketika wacana pembangunan jembatan Selat Sunda itu mengemuka, Syaykh Panji Gumilang menyampaikan gagasan pembangunan terowongan kereta api bawah laut Selat Sunda dan Selat Bali untuk menghubungkan Lintas Kereta Api Sumatera-Jawa-Bali atau Trans Sumatera-Jawa-Bali Railways, disingkat TSJB Railways. Syaykh Panji Gumilang berpendapat bahwa akan lebih baik memprioritaskan pembangunan terowongan kereta api bawah laut Selat Sunda daripada jembatan Selat Sunda.
Menurut Syaykh Panji Gumilang, sesuai keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan, sudah saatnya pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan infrastruktur kereta api dan perhubungan laut daripada infrastruktur jalan darat. Di samping itu, pembangunan jalan darat, tol dan jembatan, jauh lebih besar, terutama dalam hal biaya pembebasan tanah, daripada pembangunan rel kereta api.
Sependapat dengan Syaykh Panji Gumilang, Direktur Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan Tunjung Inderawan mengatakan pembangunan angkutan kereta api seakan masih belum menjadi prioritas dalam pembangunan infrastruktur. Dia memberi contoh, pengajuan anggaran perkeretaapian 2011 untuk membangun jalur-jalur ganda di lintas utara dan selatan Jawa serta rehabilitasi sejumlah rel peninggalan Belanda Rp.8 triliun, tapi yang disetujui Rp4,1 triliun. MS 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar