Minggu, 04 Desember 2011

Ramalan di Balik Bencana

Bencana alam yang terjadi secara beruntun di Tanah Air membuat orang berusaha mencari jawaban, termasuk ke paranormal. Cerita ‘klenik’ itu sulit dibuktikan keberadaannya sebab antara ada dan tiada.
Berbagai pertanyaan ada apa di balik terjadinya bencana alam di tanah air bermunculan dari masyarakat. Banjir bandang di Wasior, Papua, tsunami di Mentawai, meletusnya gunung Marapi di Jawa Tengah dan meletusnya gunung Sinabung di Sumatera Utara yang selama 600 tahun tidak aktif cukup menggoncangkan prediksi para ahli vulkanologi.
Berbagai cara dilakukan untuk mencari jawaban dan solusi, baik secara rasional maupun irasional. Dari teknologi canggih hingga yang bersifat mistis seperti ramalan. Peramal kondang Raja Kediri-Prabu Jayabaya yang terkenal dengan “jangkar” atau pujangga terakhir Jawa, Ronggo Warsito dengan “zaman edan”, dan tidak ketinggalan peramal berkelas internasional  asal Perancis yang terkenal dengan bukunya berjudul “Les Propheties” tahun 1555. Kemudian termasuk pengalaman penulis sendiri.
Terkait dengan hal ini, dirasa perlu kearifan lokal dalam mencari jati diri yang bersumber dari keluhuran budaya, khususnya budaya Jawa yang selama ini kurang mendapat perhatian akibat perubahan zaman.
Menurut Kanjeng Pangeran (KP) Sayid Yahya Assegaf Adiningrat, Ketua Lembaga Sangga Buana (sebuah lembaga yang bergerak di bidang budaya, sosial dan lintas agama), kejadian-kejadian selama ini tidak lepas dari cerita Mahabrata. “Sebagai orang Jawa, saya melihat, kejadian demi kejadian itu tidak lepas dari cerita perang Mahabrata. Di mana Pandawa, menang perang atas Astina, kebenaran menang atas kejahatan,” katanya.
Kemenangan ini menjadikan Batara Kresna sebagai pendukung utama kerajaan (Amerta) Pandawa menjadi sombong. Kresna merasa dirinya paling hebat dan paling benar dan tidak perlu orang lain. Teman seperjuangan, para resi dan raja-raja kecil semua diacuhkan.
“Termasuk nasihat dari romo Semar sudah tidak didengar lagi. Bahkan Semar mendapat marah yang berlebihan dari Kresna. Seperti diketahui, Semar adalah Dewa Ismaya yang merubah wujudnya menjadi manusia biasa. Semar yang disimbolkan sebagai rakyat dan pembimbing Pandowo lima (Prabu Samiaji, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa),” kata KP Yahya Assegaf Adiningrat, orang luar yang mendapat gelar tertinggi dari keraton Solo.
Marahnya Semar, diam dan bertapa di dalam hutan, tidak satu pun yang tahu keberadaan Semar. Termasuk para punakawan (petruk, gareng dan bagong) bingung mencari Semar. Akhirnya, semua keluarga besar Amarta marah pada Kresna. Sehingga alam ikut marah, maka meletuslah gunung merapi, dimana “wedhus gembel” membentuk wajah Petruk, itu sangat jelas dan tampak di layar TV, begitu juga di tempat lain, semburan wedhus gembel, seperti di gunung Bromo membentuk wajah gareng dan bagong.
Tanpa terkecuali, Petruk sebagai penjaga Merapi juga mencari keberadaan Semar. Pencarian Semar secara bersama ke seluruh penjuru negeri inilah yang mengakibatkan bencana, seperti terjadinya tsunami di Mentawai, banjir besar di Wasior-Papua, tanah longsor dan meletusnya gunung Merapi. Kejadian ini tidak akan berhenti selama Semar belum ditemukan dan Kresna tidak sadar akan perbuatannya.
Pertanyaannya, siapa tokoh Kresna itu? Kata Yahya Assegaf, nanti akan kelihatan. Saat Kresna menghadapi jalan buntu, baru dia sadar. Dan alam pun akan kembali bersahabat. Tapi pertanyaan lain muncul, sampai kapan Kresna akan sadar, itu sulit untuk dijawab. “Namun, setelah Kresna sadar dan semua bersatu akan menemukan Semar,” tutur KP Yahya Assegaf.
Terkait dengan meletusnya gunung Merapi, penulis sendiri memiliki pengalaman, yakni setelah gunung Merapi meletus, suatu malam penulis kedatangan seorang pertapa berpakain putih tanpa ikat kepala dan memperkenalkan diri bernama Sunan Merapi. Dari kunjungan petinggi gunung Merapi itu, dikabarkan bahwa gunung Merapi tidak akan meletus lagi. Tapi agar waspada pada bulan Desember ini, sebab akan ada kejadian luar biasa, tanpa menjelaskan lebih rinci. Penulis berharap semoga ramalan ini tidak benar. Kevalidan informasi tetap berpedoman kepada penjelasan pemerintah.
Cerita ‘klenik’ itu sulit dibuktikan keberadaannya, tapi antara ada dan tiada. Artinya, hanya orang tertentu dan mendapat petunjuk Allah-lah yang bisa bertemu dengan mahluk halus (bangsa jin-red). Sebagai bukti, pada saat penulis ingin membuktikan kebenaran hubungan Ratu Pantai Selatan dan Sri Sultan Hamengku Buwono sampai ke IX. Dengan mata terbuka, penulis ketemu keduanya (raja dan ratu itu), di tempat pertapaan di Tamansari-Jogjakarta. Mengenai hal ini, siapa pun bisa membuktikan, asal tahu syaratnya.
Zaman Edan
Sementara itu, paranormal Permadi yang juga politisi dari partai Gerindra secara terpisah mengatakan, banyaknya bencana yang terjadi di Indonesia saat ini mendekati puncak dari goro-goro (masalah). Rakyat akan marah dan hawa marah yang keluar itu menjadikan alam ikut marah. Seperti berbagai kejadian dari Papua sampai Aceh. Kekerasan makin sering yang dapat disaksikan di layar tv. Dari Griwikan (yang kecil) jadi grojokan (kejadian besar dan meluas).
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, kata Permadi, sekarang ini mendekati puncak zaman edan. Artinya, yang tidak masuk akal bisa terjadi. Seperti kasus super korupsi bank Century sampai saat ini tidak jelas siapa yang bertanggung jawab. Kasus Gayus, di mana hukum menjadi permainan. Ditahan tapi nonton tennis di Bali. Tentu Allah, Tuhan Yang Maha Esa, leluhur dan alam pasti akan marah. Kemarahan itulah yang ditumpahkan berupa goro-goro, mengapa alam marah dan terjadi bencana. Alam dan manusia saling samat-sinamatan (saling berinteraksi).
“Manusia Indonesia saat ini sudah sangat marah, mereka tahu negeri ini sangat kaya raya, subur makmur gemah ripah lo jinawi, tapi kenapa rakyat tetap miskin, ada apa? Ini akibat pengelolaan yang salah dan korupsi yang luar biasa hebatnya, semua kekayaan sudah dihabiskan, hutan, pasir, tambak. Belum lagi kasus Krakatau Steel yang oleh Bung Karno, waktu itu, ditujukan untuk kemakmuran rakyat, dijual dengan harga murah,” kata Permadi.
Kamarahan rakyat ada dua. Kata dia, anarkis dan kerusuhan tidak ada yang memimpin, mengakibatkan masalah kecil menjadi melebar dan besar. Sebagai pembanding, seperti angkatan 66, 98 hingga jatuhnya Pak Harto, setiap gerakan memunculkan pemimpin. Ini satu bukti akan terjadi goro-goro besar. Ramalan Jayabaya yang diteruskan Ronggo Warsito, akan datangnya zaman edan, sekarang puncak zaman edan dan akan muncul “satrio piningit”.
Sebelum meletus gunung merapi, ungkapnya, wedhus gembel membentuk wajah mbah Petruk. Itu pertanda gunung merapi akan meletus, Semar menagih janji. Dalam ‘pakem’ jangkar-Jayabaya, datangnya goro-goro diawali terjadinya bencana yang terjadi di mana-mana. Dari empat anasir bumi, air (banjir bandang-tsunami), tanah (gempa bumi dan gunung meletus), unsur api (kebakaran) dan angin (baru pertama terjadi, angin tornado di Indonesia).
“Solusi, sejauh ini belum ada. Dan apalagi menghentikan berbagai bencana itu, membangun kesadaran, tapi “pakem” (kejadian yang terjadi), seperti yang dialami para nabi, Nabi Nuh, Nabi Musa, dan nabi yang lain, yang membawa kebenaran malah dibenci. Kehancuran yang terjadi, sebagai gambaran, bagaimana Nabi Musa, seperti “satrio piningit” yang menghancurkan Firaun melalui “Sepuluh Tulah,” kata Permadi.
Indonesia Negara Adikuasa
Ramalan Jayabaya-Raja Kediri yang terkenal itu, kata Permadi, sudah hampir sampai, bukan ramalan tapi lebih dari itu, yaitu “jongko” atau jangkar”. Artinya, kata Permadi, itu pasti terjadi. Di antara ramalan Joyoboyo, besok bakal ono kreto mabor (nanti bakal ada pesawat terbang), 1000 tahun yang lalu, jangkar Jayabaya sudah menebak, dan benar.
Ramalan lain, Tanah Jowo bakal kalong wesi (rel kereta api), pasar bakal ilang kumandange (pasar tradisional yang hiruk pikuk akibat transasksi-tergusur pasar modern), dan zaman edan yang sekarang memasuki fase puncaknya, seperti yang digambarkan pujangga Ronggowarsito.
Bagaimana Ronggowarsito meramalkan, ungkapnya lebih jauh, zaman edan atau zaman kena pakeuwuh - negara yang kehilangan wibawa, penguasa yang kehilangan etika, dan alam yang terus melahirkan bencana. Tapi janji Tuhan sudah pasti, seuntung apapun orang yang lupa daratan lebih selamat orang yang menjaga kesadaran.
Lebih jauh ungkap Permadi, Bung Karno pernah mengatakan, Indonesia akan menjadi negara adikuasa. Di lain pihak ramalan Nestrogamus mengatakan, nantinya negara adidaya ada di Timur dan di negara matahari terbit.
Terkait dengan hal itu, Jepang mengklaim dirinya sebagai negara matahari terbit. Namun peramal asal Perancis itu mengatakan, bila negara itu mengalami berbagai bencana selama satu tahun secara berturut-turut. Sementara Jepang mengalami bencana hanya sekitar 6-7 bulan. Berarti bukan negara itu yang dimaksud Nestrogamus dengan ramalannya itu. Jadi, negara mana yang dimaksud?
Di Indonesia, bencana seperti tiada habisnya. Di lain sisi, Bung Karno disebut sebagai putra sang fajar dan matahari terbit pada waktu yang sama hanya terjadi di Indonesia. Maka tidak berlebihan bahwa negara adikuasa dimaksud Nestrogamus itu, nantinya adalah Indonesia,” tutur Permadi yakin.
“Saya yakin, sesuai ramalan Nestrogamus dan jangkar-Jayabaya, Indonesia akan menjadi mercusuarnya dunia. Meski kita tahu bencana tidak hanya terjadi di Indonesia tapi secara universal terjadi di negara lain,” katanya lagi.
Bicara mengenai hubungan antara Keraton Jogjakarta, Ratu Pantai Selatan dan Gunung Merapi, kata Permadi ada sejarahnya, dimana Ratu Pantai Selatan yang merupakan istri dari Sri Sultan Hamengku Buwono sampai ke IX. Dan kewajiban raja Mataram melakukan labuhan di empat tempat, seperti laut pantai selatan (Parang Kesomo), gunung Merapi, gunung Lawu dan Dlepih (Wonogiri) tempat pertapaan Sultan Agung.RI (Berita Indonesia 81)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minggu, 04 Desember 2011

Ramalan di Balik Bencana

Bencana alam yang terjadi secara beruntun di Tanah Air membuat orang berusaha mencari jawaban, termasuk ke paranormal. Cerita ‘klenik’ itu sulit dibuktikan keberadaannya sebab antara ada dan tiada.
Berbagai pertanyaan ada apa di balik terjadinya bencana alam di tanah air bermunculan dari masyarakat. Banjir bandang di Wasior, Papua, tsunami di Mentawai, meletusnya gunung Marapi di Jawa Tengah dan meletusnya gunung Sinabung di Sumatera Utara yang selama 600 tahun tidak aktif cukup menggoncangkan prediksi para ahli vulkanologi.
Berbagai cara dilakukan untuk mencari jawaban dan solusi, baik secara rasional maupun irasional. Dari teknologi canggih hingga yang bersifat mistis seperti ramalan. Peramal kondang Raja Kediri-Prabu Jayabaya yang terkenal dengan “jangkar” atau pujangga terakhir Jawa, Ronggo Warsito dengan “zaman edan”, dan tidak ketinggalan peramal berkelas internasional  asal Perancis yang terkenal dengan bukunya berjudul “Les Propheties” tahun 1555. Kemudian termasuk pengalaman penulis sendiri.
Terkait dengan hal ini, dirasa perlu kearifan lokal dalam mencari jati diri yang bersumber dari keluhuran budaya, khususnya budaya Jawa yang selama ini kurang mendapat perhatian akibat perubahan zaman.
Menurut Kanjeng Pangeran (KP) Sayid Yahya Assegaf Adiningrat, Ketua Lembaga Sangga Buana (sebuah lembaga yang bergerak di bidang budaya, sosial dan lintas agama), kejadian-kejadian selama ini tidak lepas dari cerita Mahabrata. “Sebagai orang Jawa, saya melihat, kejadian demi kejadian itu tidak lepas dari cerita perang Mahabrata. Di mana Pandawa, menang perang atas Astina, kebenaran menang atas kejahatan,” katanya.
Kemenangan ini menjadikan Batara Kresna sebagai pendukung utama kerajaan (Amerta) Pandawa menjadi sombong. Kresna merasa dirinya paling hebat dan paling benar dan tidak perlu orang lain. Teman seperjuangan, para resi dan raja-raja kecil semua diacuhkan.
“Termasuk nasihat dari romo Semar sudah tidak didengar lagi. Bahkan Semar mendapat marah yang berlebihan dari Kresna. Seperti diketahui, Semar adalah Dewa Ismaya yang merubah wujudnya menjadi manusia biasa. Semar yang disimbolkan sebagai rakyat dan pembimbing Pandowo lima (Prabu Samiaji, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa),” kata KP Yahya Assegaf Adiningrat, orang luar yang mendapat gelar tertinggi dari keraton Solo.
Marahnya Semar, diam dan bertapa di dalam hutan, tidak satu pun yang tahu keberadaan Semar. Termasuk para punakawan (petruk, gareng dan bagong) bingung mencari Semar. Akhirnya, semua keluarga besar Amarta marah pada Kresna. Sehingga alam ikut marah, maka meletuslah gunung merapi, dimana “wedhus gembel” membentuk wajah Petruk, itu sangat jelas dan tampak di layar TV, begitu juga di tempat lain, semburan wedhus gembel, seperti di gunung Bromo membentuk wajah gareng dan bagong.
Tanpa terkecuali, Petruk sebagai penjaga Merapi juga mencari keberadaan Semar. Pencarian Semar secara bersama ke seluruh penjuru negeri inilah yang mengakibatkan bencana, seperti terjadinya tsunami di Mentawai, banjir besar di Wasior-Papua, tanah longsor dan meletusnya gunung Merapi. Kejadian ini tidak akan berhenti selama Semar belum ditemukan dan Kresna tidak sadar akan perbuatannya.
Pertanyaannya, siapa tokoh Kresna itu? Kata Yahya Assegaf, nanti akan kelihatan. Saat Kresna menghadapi jalan buntu, baru dia sadar. Dan alam pun akan kembali bersahabat. Tapi pertanyaan lain muncul, sampai kapan Kresna akan sadar, itu sulit untuk dijawab. “Namun, setelah Kresna sadar dan semua bersatu akan menemukan Semar,” tutur KP Yahya Assegaf.
Terkait dengan meletusnya gunung Merapi, penulis sendiri memiliki pengalaman, yakni setelah gunung Merapi meletus, suatu malam penulis kedatangan seorang pertapa berpakain putih tanpa ikat kepala dan memperkenalkan diri bernama Sunan Merapi. Dari kunjungan petinggi gunung Merapi itu, dikabarkan bahwa gunung Merapi tidak akan meletus lagi. Tapi agar waspada pada bulan Desember ini, sebab akan ada kejadian luar biasa, tanpa menjelaskan lebih rinci. Penulis berharap semoga ramalan ini tidak benar. Kevalidan informasi tetap berpedoman kepada penjelasan pemerintah.
Cerita ‘klenik’ itu sulit dibuktikan keberadaannya, tapi antara ada dan tiada. Artinya, hanya orang tertentu dan mendapat petunjuk Allah-lah yang bisa bertemu dengan mahluk halus (bangsa jin-red). Sebagai bukti, pada saat penulis ingin membuktikan kebenaran hubungan Ratu Pantai Selatan dan Sri Sultan Hamengku Buwono sampai ke IX. Dengan mata terbuka, penulis ketemu keduanya (raja dan ratu itu), di tempat pertapaan di Tamansari-Jogjakarta. Mengenai hal ini, siapa pun bisa membuktikan, asal tahu syaratnya.
Zaman Edan
Sementara itu, paranormal Permadi yang juga politisi dari partai Gerindra secara terpisah mengatakan, banyaknya bencana yang terjadi di Indonesia saat ini mendekati puncak dari goro-goro (masalah). Rakyat akan marah dan hawa marah yang keluar itu menjadikan alam ikut marah. Seperti berbagai kejadian dari Papua sampai Aceh. Kekerasan makin sering yang dapat disaksikan di layar tv. Dari Griwikan (yang kecil) jadi grojokan (kejadian besar dan meluas).
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, kata Permadi, sekarang ini mendekati puncak zaman edan. Artinya, yang tidak masuk akal bisa terjadi. Seperti kasus super korupsi bank Century sampai saat ini tidak jelas siapa yang bertanggung jawab. Kasus Gayus, di mana hukum menjadi permainan. Ditahan tapi nonton tennis di Bali. Tentu Allah, Tuhan Yang Maha Esa, leluhur dan alam pasti akan marah. Kemarahan itulah yang ditumpahkan berupa goro-goro, mengapa alam marah dan terjadi bencana. Alam dan manusia saling samat-sinamatan (saling berinteraksi).
“Manusia Indonesia saat ini sudah sangat marah, mereka tahu negeri ini sangat kaya raya, subur makmur gemah ripah lo jinawi, tapi kenapa rakyat tetap miskin, ada apa? Ini akibat pengelolaan yang salah dan korupsi yang luar biasa hebatnya, semua kekayaan sudah dihabiskan, hutan, pasir, tambak. Belum lagi kasus Krakatau Steel yang oleh Bung Karno, waktu itu, ditujukan untuk kemakmuran rakyat, dijual dengan harga murah,” kata Permadi.
Kamarahan rakyat ada dua. Kata dia, anarkis dan kerusuhan tidak ada yang memimpin, mengakibatkan masalah kecil menjadi melebar dan besar. Sebagai pembanding, seperti angkatan 66, 98 hingga jatuhnya Pak Harto, setiap gerakan memunculkan pemimpin. Ini satu bukti akan terjadi goro-goro besar. Ramalan Jayabaya yang diteruskan Ronggo Warsito, akan datangnya zaman edan, sekarang puncak zaman edan dan akan muncul “satrio piningit”.
Sebelum meletus gunung merapi, ungkapnya, wedhus gembel membentuk wajah mbah Petruk. Itu pertanda gunung merapi akan meletus, Semar menagih janji. Dalam ‘pakem’ jangkar-Jayabaya, datangnya goro-goro diawali terjadinya bencana yang terjadi di mana-mana. Dari empat anasir bumi, air (banjir bandang-tsunami), tanah (gempa bumi dan gunung meletus), unsur api (kebakaran) dan angin (baru pertama terjadi, angin tornado di Indonesia).
“Solusi, sejauh ini belum ada. Dan apalagi menghentikan berbagai bencana itu, membangun kesadaran, tapi “pakem” (kejadian yang terjadi), seperti yang dialami para nabi, Nabi Nuh, Nabi Musa, dan nabi yang lain, yang membawa kebenaran malah dibenci. Kehancuran yang terjadi, sebagai gambaran, bagaimana Nabi Musa, seperti “satrio piningit” yang menghancurkan Firaun melalui “Sepuluh Tulah,” kata Permadi.
Indonesia Negara Adikuasa
Ramalan Jayabaya-Raja Kediri yang terkenal itu, kata Permadi, sudah hampir sampai, bukan ramalan tapi lebih dari itu, yaitu “jongko” atau jangkar”. Artinya, kata Permadi, itu pasti terjadi. Di antara ramalan Joyoboyo, besok bakal ono kreto mabor (nanti bakal ada pesawat terbang), 1000 tahun yang lalu, jangkar Jayabaya sudah menebak, dan benar.
Ramalan lain, Tanah Jowo bakal kalong wesi (rel kereta api), pasar bakal ilang kumandange (pasar tradisional yang hiruk pikuk akibat transasksi-tergusur pasar modern), dan zaman edan yang sekarang memasuki fase puncaknya, seperti yang digambarkan pujangga Ronggowarsito.
Bagaimana Ronggowarsito meramalkan, ungkapnya lebih jauh, zaman edan atau zaman kena pakeuwuh - negara yang kehilangan wibawa, penguasa yang kehilangan etika, dan alam yang terus melahirkan bencana. Tapi janji Tuhan sudah pasti, seuntung apapun orang yang lupa daratan lebih selamat orang yang menjaga kesadaran.
Lebih jauh ungkap Permadi, Bung Karno pernah mengatakan, Indonesia akan menjadi negara adikuasa. Di lain pihak ramalan Nestrogamus mengatakan, nantinya negara adidaya ada di Timur dan di negara matahari terbit.
Terkait dengan hal itu, Jepang mengklaim dirinya sebagai negara matahari terbit. Namun peramal asal Perancis itu mengatakan, bila negara itu mengalami berbagai bencana selama satu tahun secara berturut-turut. Sementara Jepang mengalami bencana hanya sekitar 6-7 bulan. Berarti bukan negara itu yang dimaksud Nestrogamus dengan ramalannya itu. Jadi, negara mana yang dimaksud?
Di Indonesia, bencana seperti tiada habisnya. Di lain sisi, Bung Karno disebut sebagai putra sang fajar dan matahari terbit pada waktu yang sama hanya terjadi di Indonesia. Maka tidak berlebihan bahwa negara adikuasa dimaksud Nestrogamus itu, nantinya adalah Indonesia,” tutur Permadi yakin.
“Saya yakin, sesuai ramalan Nestrogamus dan jangkar-Jayabaya, Indonesia akan menjadi mercusuarnya dunia. Meski kita tahu bencana tidak hanya terjadi di Indonesia tapi secara universal terjadi di negara lain,” katanya lagi.
Bicara mengenai hubungan antara Keraton Jogjakarta, Ratu Pantai Selatan dan Gunung Merapi, kata Permadi ada sejarahnya, dimana Ratu Pantai Selatan yang merupakan istri dari Sri Sultan Hamengku Buwono sampai ke IX. Dan kewajiban raja Mataram melakukan labuhan di empat tempat, seperti laut pantai selatan (Parang Kesomo), gunung Merapi, gunung Lawu dan Dlepih (Wonogiri) tempat pertapaan Sultan Agung.RI (Berita Indonesia 81)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar