Minggu, 04 Desember 2011

Menanti Babak Baru PSSI

Pemimpin dan pengurus yang terpilih pada kongres PSSI, diharapkan dapat memajukan sepakbola nasional. Sementara calon-calon yang tidak lolos verifikasi dan tidak terpilih dalam kongres diharapkan tetap turut mendukung perkembangan sepakbola nasional.
Menjelang kongres Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) di Hotel Sultan, Jakarta 20 Mei 2011, penggiat sepakbola nasional masih diwarnai perbedaan persepsi tentang beberapa hal. Banyak pihak berharap, para pemangku kepentingan sepakbola Indonesia dapat duduk bersama untuk mengedepankan kemajuan sepakbola Indonesia agar kongres berjalan dengan baik, lepas dari unsur-unsur kepentingan kelompok.
Terkait beda persepsi dimaksud, Ketua Nomalisasi (KN) Agum Gumelar tidak menepisnya. Agum mengakui masih ada yang menyatakan mosi tidak percaya kepada dirinya sebagai ketua normalisasi, padahal dirinya merasa sudah bertindak berdasarkan ketentuan FIFA. “Apa yang kami lakukan adalah berdasarkan mandat dan guidance dari FIFA,” kata Agum di kantor PSSI Senayan, Jakarta, Selasa (17/5). Menurutnya, mosi tidak percaya itu seharusnya ditujukan kepada FIFA, bukan KN, karena apa yang dilakukan KN berdasarkan arahan FIFA.
Seperti diketahui, carut marut persoalan PSSI ini sudah dimulai sejak mantan ketua PSSI Nurdin Halid terlihat masih berambisi memimpin PSSI. Belakangan, sesuai statuta FIFA, organisasi sepakbola dunia itu menetapkan Nurdin Halid tidak bisa lagi memimpin PSSI. Pasca-putusan FIFA tersebut, harapan persepakbolaan nasional sempat memuncak. Namun keputusan FIFA yang juga melarang dua kandidat ketua umum PSII George Toisutta dan Arifin Panigoro belakangan mengundang protes dari beberapa pemilik suara sah kongres (Kelompok 78) telah membuat persoalan persepakbolaan nasional kembali masuk lingkaran keruwetan.
Seperti diketahui, pada 4 April 2011 FIFA memutuskan menolak George Toisutta, Arifin Panigoro, Nirwan Bakrie, dan Nurdin Halid menjadi calon ketua umum PSSI. Terhadap nama Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie, kelompok 78 (K78) menyatakan setuju, namun terhadap George Toisutta dan Arifin Panigoro, mereka keberatan. Sejak itu, kelompok 78 ini ngotot beradu urat leher dengan FIFA soal layak tidaknya George Toisutta dan Arifin Panigoro menjadi calon ketua PSSI.
Komite Normalisasi yang ditunjuk FIFA mengatasi persoalan PSSI juga dengan tegas sesuai keputusan FIFA menolak Toisutta dan Arifin. KN juga telah merilis nama-nama calon ketua umum, wakil ketua dan anggota Comitee Executive PSSI 2011-2015 yang lolos verifikasi (29/4). Dari 33 nama yang mendaftar, 19 nama yang lolos, antara lain: mantan Gubernur DKI yang juga Ketua Persija, IGK Manila, Ketua PP yang juga anggota legislatif Yapto Suryosoemarno, Ketua HIPMI Erwin Aksa, Achsanul Qosasih, Adhan Dambea, Tahir Mahmud. Namun demikian kelompok 78 masih tetap mengajukan banding atas ditolaknya Toisutta dan Arifin.
Sebelumnya, kekecewaan K78 semakin memuncak tatkala usai pertemuan Agum dan Blatter akhir 19 April 2011, FIFA tetap pada keputusan awalnya melarang keempat nama tersebut maju jadi calon. Keputusan itu juga semakin dipertegas melalui publikasi Direktur Keanggotaan dan Pengembangan Asosiasi FIFA Thierry Regenass di berbagai media yang menyatakan bahwa FIFA juga tidak mengakui Komite Pemilihan hasil Kongres (14/4). Sebaliknya, FIFA menegaskan bahwa KN diberi tugas sebagai pelaksana harian PSSI sekaligus bertindak sebagai Komite Pemilihan.
Seperti diketahui, kelompok 78 yang mengklaim sebagai pemilik suara mayoritas melakukan kongres untuk membentuk Komite Pemilihan dan Komite Banding pada Kamis (14/4) di Hotel Sultan, Jakarta. Mereka sendiri menyebut Komite Pemilihan dan Komite Banding yang dibentuk sudah sesuai dengan Statuta FIFA. Mereka pun lantas meminta kesepakatan yang dihasilkan pada kongres itu, yakni meminta agar George Toisutta dan Arifin Panigoro bisa tetap maju sebagai kandidat bakal calon ketua umum PSSI.
Namun seperti disebutkan di atas, permintaan K78 itu tidak digubris FIFA. Kendati dengan tegas ditolak FIFA, K78 terus memberikan perlawanan. Mereka menyebut FIFA melanggar aturannya sendiri. Bahkan mereka menyatakan FIFA tidak memiliki kewenangan untuk menentukan calon Ketum PSSI dan penolakan FIFA tersebut tidak memiliki landasan hukum dan dianggap sebagai pelanggaran HAM.
Agum Gumelar“Tidak ada alasan dan landasan hukum yang jelas mengapa mereka ditolak. Sebenarnya, itu salah satu pelanggaran HAM. Di mana hak konstitusional seseorang telah diberangus oleh FIFA,” kata Wisnu Wardhana, Wakil Ketua Komite Pemilihan PSSI hasil kongres 14 April 2011.
FIFA disebut telah melanggar statuta yang dibuatnya sendiri karena FIFA tidak mengakui terbentuknya Komite Pemilihan yang dihasilkan kongres pada 14 April itu. “Komite Normalisasi merangkap sebagai Komite Pemilihan tidak ada alasan dan landasan hukumnya. Bahkan, hal itu melanggar statuta FIFA pasal 3 ayat 2. Dalam situasi apa pun komite pemilihan tidak boleh dirangkap oleh badan eksekutif yang dalam hal ini dipegang oleh komite normalisasi,” tegas Wisnu.
Tidak hanya menyalahkan FIFA, K78 juga menuding Ketua KN Agum Gumelar telah memelintir laporan dari pertemuannya dengan Presiden FIFA Sepp Blatter yang berujung pada kesimpulan tetap menolak nama-nama tersebut di atas. Ia menilai Agum tidak menjelaskan kepada FIFA bahwa pertemuan di Hotel Sultan yang dihadiri para pemilik suara PSSI pada 14 April itu adalah forum kongres.
Wishnu menyatakan, jika FIFA tidak mengindahkan permintaan mayoritas pemilik suara itu, mereka berencana menggelar kongres sendiri untuk memilih Ketum PSSI, Waketum, dan anggota Exco. Jika hasil kongres ini tidak diakui, Wishnu mengatakan mereka akan menempuh jalur hukum, melakukan gugatan ke Court of Arbitration for Sport. Mereka mengaku yakin dengan langkah yang mereka lakukan, karena mereka mengaku mensinyalir adanya manipulasi di balik keputusan FIFA tersebut.
Selain FIFA dan Agum, K78 juga menduga informasi tentang situasi persepakbolaan di Indonesia yang dikirimkan Koalisi Independen untuk Rekonsiliasi Sepakbola Nasional (KONSEN) ke FIFA turut mempengaruhi keputusan FIFA tersebut. Selain itu, K78 juga menduga ada pihak yang menginginkan agar FIFA menjatuhkan sanksi kepada PSSI. “Kami mensinyalir ada manipulasi yang dilakukan secara sistematis oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” kata Wisnu Wardhana, Minggu (24/4).
Namun tudingan K78 tersebut dengan tegasd dibantah KONSEN. KONSEN juga membantah ada keinginan mereka agar PSSI dijatuhi sanksi oleh FIFA. Sebaliknya, KONSEN mengatakan pihaknya selama ini turut melawan kepengurusan PSSI sejak Kongres Nasional Sepakbola di Malang pada Maret 2010. “KONSEN pula yang mengejar FIFA, agar Regenass dan Blatter mengucapkan secara eksplisit bahwa siapa pun yang pernah terlibat dalam masalah kriminal tidak dapat mencalonkan diri memimpin PSSI,” demikian pernyataan KONSEN sebagaimana dikutip Kompas.com, Senin (25/4/2011).
Melihat sikap keras yang ditunjukkan kelompok 78 ini, tak urung membuat Ketua KN Agum Gumelar juga merasa jengah. Padahal menurut Agum, dirinya sudah melaporkan semua perkembangan yang terjadi di Indonesia. Termasuk rencana pertemuan dengan pemilik suara yang akhirnya dikonversi menjadi kongres pemilihan Komisi Pemilihan dan Komite Banding Pemilihan di Hotel Sultan, Jakarta pada Kamis 14/4 lalu. Dalam pertemuannya dengan Presiden FIFA, ia juga menyebut sempat terjadi debat argumentasi. Namun FIFA tetap bersikeras atas keputusannya menolak nama-nama yang sudah digugurkan Komite Banding Pemilihan tersebut.
Belakangan yang membuat Agum Gumelar merasa heran, George Toisutta, Nirwan Bakrie, dan Arifin Panigoro sendiri menurutnya sudah legowo dengan keputusan FIFA tesebut. “Saya sudah berjuang. Kalau tidak, lempar saya dengan botol atau caci maki,” tukas Agum dengan nada kesal, seusai menemui perwakilan kelompok 78 pemilik suara di Kantor PSSI, Senin (25/4/2011).
Terhadap ancaman K78 yang hendak memboikot kongres, Agum mengatakan tidak ambil pusing. “Kalau mereka tidak datang, mungkin kongres dianggap tidak sah. Namun, apa pun hasilnya, saya akan melaporkan kepada FIFA. Mereka yang akan memutuskan kongres sah atau tidak,” kata Agum.
Kekisruhan ini belakangan sampai juga ke telinga Save Our Soccer (SOS). Mereka pun meminta kelompok 78 membubarkan diri. SOS menyebutkan, jika diteruskan memperjuangkan kelompok tertentu, akan mengancam demokratisasi di sepakbola dan akan memperburuk keadaan. Dalam rilis yang dikirimkan oleh salah satu anggota SOS, Apung Widiadi (Kompas.com, Senin, 25/4/2011), SOS menilai hadirnya Komite Normalisasi (KN) tidak dengan serta merta menyelesaikan masalah PSSI. Masalah demi masalah muncul, intrik demi intrik, cara-cara kotor tetap dimainkan untuk memperebutkan posisi PSSI-1.
“Perebutan kursi kekuasaan PSSI semakin ramai dengan aroma sangat politis namun di sisi lain menjadi tidak menarik karena hadirnya muka-muka lama,” tulis pernyataan tersebut. SOS juga meminta melalui kongres yang demokratis, agar KN mengembalikan bahwa PSSI milik rakyat bukan milik kelompok tertentu.
Untuk mencegah agar polemik ini tidak berlarut-larut, banyak pihak mendesak pemerintah, dalam hal ini Menegpora Andi Mallarangeng bertindak tegas. Menegpora sendiri menyerukan agar keputusan FIFA tetap dihormati dan dijalankan. Selain itu, Menegpora juga mengaku tidak mendukung K78 menggelar kongres.
Kengototan pendukung George Toisutta (GT) ini belakangan semakin mengundang rasa prihatin berbagai kalangan. Aktivis Konsen dari Negarawan Center Johan Oloan Silalahi misalnya, mempertanyakan nasionalisme Jenderal George Toisutta yang terkesan diam. “Saya prihatin, Jenderal George Toisutta sebagai KSAD dan prajurit alumni Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) tidak mengedepankan kepentingan negara,” ujar Johan seperti dilansir INILAH.COM (18/5/2011). Jika GT ingin memperbaiki sepakbola nasional, menmurutnya tidak harus menjadi ketua umum. “Jika kubu beliau tetap ngotot dan FIFA akhirnya mengenakan sanksi pembekuan, habislah sepakbola kita. Kalau sudah begitu, terus sejatinya siapa yang menghancurkan sepakbola kita?” ujar Johan dengan serius. HS, MS (Berita Indonesia 84

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minggu, 04 Desember 2011

Menanti Babak Baru PSSI

Pemimpin dan pengurus yang terpilih pada kongres PSSI, diharapkan dapat memajukan sepakbola nasional. Sementara calon-calon yang tidak lolos verifikasi dan tidak terpilih dalam kongres diharapkan tetap turut mendukung perkembangan sepakbola nasional.
Menjelang kongres Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) di Hotel Sultan, Jakarta 20 Mei 2011, penggiat sepakbola nasional masih diwarnai perbedaan persepsi tentang beberapa hal. Banyak pihak berharap, para pemangku kepentingan sepakbola Indonesia dapat duduk bersama untuk mengedepankan kemajuan sepakbola Indonesia agar kongres berjalan dengan baik, lepas dari unsur-unsur kepentingan kelompok.
Terkait beda persepsi dimaksud, Ketua Nomalisasi (KN) Agum Gumelar tidak menepisnya. Agum mengakui masih ada yang menyatakan mosi tidak percaya kepada dirinya sebagai ketua normalisasi, padahal dirinya merasa sudah bertindak berdasarkan ketentuan FIFA. “Apa yang kami lakukan adalah berdasarkan mandat dan guidance dari FIFA,” kata Agum di kantor PSSI Senayan, Jakarta, Selasa (17/5). Menurutnya, mosi tidak percaya itu seharusnya ditujukan kepada FIFA, bukan KN, karena apa yang dilakukan KN berdasarkan arahan FIFA.
Seperti diketahui, carut marut persoalan PSSI ini sudah dimulai sejak mantan ketua PSSI Nurdin Halid terlihat masih berambisi memimpin PSSI. Belakangan, sesuai statuta FIFA, organisasi sepakbola dunia itu menetapkan Nurdin Halid tidak bisa lagi memimpin PSSI. Pasca-putusan FIFA tersebut, harapan persepakbolaan nasional sempat memuncak. Namun keputusan FIFA yang juga melarang dua kandidat ketua umum PSII George Toisutta dan Arifin Panigoro belakangan mengundang protes dari beberapa pemilik suara sah kongres (Kelompok 78) telah membuat persoalan persepakbolaan nasional kembali masuk lingkaran keruwetan.
Seperti diketahui, pada 4 April 2011 FIFA memutuskan menolak George Toisutta, Arifin Panigoro, Nirwan Bakrie, dan Nurdin Halid menjadi calon ketua umum PSSI. Terhadap nama Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie, kelompok 78 (K78) menyatakan setuju, namun terhadap George Toisutta dan Arifin Panigoro, mereka keberatan. Sejak itu, kelompok 78 ini ngotot beradu urat leher dengan FIFA soal layak tidaknya George Toisutta dan Arifin Panigoro menjadi calon ketua PSSI.
Komite Normalisasi yang ditunjuk FIFA mengatasi persoalan PSSI juga dengan tegas sesuai keputusan FIFA menolak Toisutta dan Arifin. KN juga telah merilis nama-nama calon ketua umum, wakil ketua dan anggota Comitee Executive PSSI 2011-2015 yang lolos verifikasi (29/4). Dari 33 nama yang mendaftar, 19 nama yang lolos, antara lain: mantan Gubernur DKI yang juga Ketua Persija, IGK Manila, Ketua PP yang juga anggota legislatif Yapto Suryosoemarno, Ketua HIPMI Erwin Aksa, Achsanul Qosasih, Adhan Dambea, Tahir Mahmud. Namun demikian kelompok 78 masih tetap mengajukan banding atas ditolaknya Toisutta dan Arifin.
Sebelumnya, kekecewaan K78 semakin memuncak tatkala usai pertemuan Agum dan Blatter akhir 19 April 2011, FIFA tetap pada keputusan awalnya melarang keempat nama tersebut maju jadi calon. Keputusan itu juga semakin dipertegas melalui publikasi Direktur Keanggotaan dan Pengembangan Asosiasi FIFA Thierry Regenass di berbagai media yang menyatakan bahwa FIFA juga tidak mengakui Komite Pemilihan hasil Kongres (14/4). Sebaliknya, FIFA menegaskan bahwa KN diberi tugas sebagai pelaksana harian PSSI sekaligus bertindak sebagai Komite Pemilihan.
Seperti diketahui, kelompok 78 yang mengklaim sebagai pemilik suara mayoritas melakukan kongres untuk membentuk Komite Pemilihan dan Komite Banding pada Kamis (14/4) di Hotel Sultan, Jakarta. Mereka sendiri menyebut Komite Pemilihan dan Komite Banding yang dibentuk sudah sesuai dengan Statuta FIFA. Mereka pun lantas meminta kesepakatan yang dihasilkan pada kongres itu, yakni meminta agar George Toisutta dan Arifin Panigoro bisa tetap maju sebagai kandidat bakal calon ketua umum PSSI.
Namun seperti disebutkan di atas, permintaan K78 itu tidak digubris FIFA. Kendati dengan tegas ditolak FIFA, K78 terus memberikan perlawanan. Mereka menyebut FIFA melanggar aturannya sendiri. Bahkan mereka menyatakan FIFA tidak memiliki kewenangan untuk menentukan calon Ketum PSSI dan penolakan FIFA tersebut tidak memiliki landasan hukum dan dianggap sebagai pelanggaran HAM.
Agum Gumelar“Tidak ada alasan dan landasan hukum yang jelas mengapa mereka ditolak. Sebenarnya, itu salah satu pelanggaran HAM. Di mana hak konstitusional seseorang telah diberangus oleh FIFA,” kata Wisnu Wardhana, Wakil Ketua Komite Pemilihan PSSI hasil kongres 14 April 2011.
FIFA disebut telah melanggar statuta yang dibuatnya sendiri karena FIFA tidak mengakui terbentuknya Komite Pemilihan yang dihasilkan kongres pada 14 April itu. “Komite Normalisasi merangkap sebagai Komite Pemilihan tidak ada alasan dan landasan hukumnya. Bahkan, hal itu melanggar statuta FIFA pasal 3 ayat 2. Dalam situasi apa pun komite pemilihan tidak boleh dirangkap oleh badan eksekutif yang dalam hal ini dipegang oleh komite normalisasi,” tegas Wisnu.
Tidak hanya menyalahkan FIFA, K78 juga menuding Ketua KN Agum Gumelar telah memelintir laporan dari pertemuannya dengan Presiden FIFA Sepp Blatter yang berujung pada kesimpulan tetap menolak nama-nama tersebut di atas. Ia menilai Agum tidak menjelaskan kepada FIFA bahwa pertemuan di Hotel Sultan yang dihadiri para pemilik suara PSSI pada 14 April itu adalah forum kongres.
Wishnu menyatakan, jika FIFA tidak mengindahkan permintaan mayoritas pemilik suara itu, mereka berencana menggelar kongres sendiri untuk memilih Ketum PSSI, Waketum, dan anggota Exco. Jika hasil kongres ini tidak diakui, Wishnu mengatakan mereka akan menempuh jalur hukum, melakukan gugatan ke Court of Arbitration for Sport. Mereka mengaku yakin dengan langkah yang mereka lakukan, karena mereka mengaku mensinyalir adanya manipulasi di balik keputusan FIFA tersebut.
Selain FIFA dan Agum, K78 juga menduga informasi tentang situasi persepakbolaan di Indonesia yang dikirimkan Koalisi Independen untuk Rekonsiliasi Sepakbola Nasional (KONSEN) ke FIFA turut mempengaruhi keputusan FIFA tersebut. Selain itu, K78 juga menduga ada pihak yang menginginkan agar FIFA menjatuhkan sanksi kepada PSSI. “Kami mensinyalir ada manipulasi yang dilakukan secara sistematis oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” kata Wisnu Wardhana, Minggu (24/4).
Namun tudingan K78 tersebut dengan tegasd dibantah KONSEN. KONSEN juga membantah ada keinginan mereka agar PSSI dijatuhi sanksi oleh FIFA. Sebaliknya, KONSEN mengatakan pihaknya selama ini turut melawan kepengurusan PSSI sejak Kongres Nasional Sepakbola di Malang pada Maret 2010. “KONSEN pula yang mengejar FIFA, agar Regenass dan Blatter mengucapkan secara eksplisit bahwa siapa pun yang pernah terlibat dalam masalah kriminal tidak dapat mencalonkan diri memimpin PSSI,” demikian pernyataan KONSEN sebagaimana dikutip Kompas.com, Senin (25/4/2011).
Melihat sikap keras yang ditunjukkan kelompok 78 ini, tak urung membuat Ketua KN Agum Gumelar juga merasa jengah. Padahal menurut Agum, dirinya sudah melaporkan semua perkembangan yang terjadi di Indonesia. Termasuk rencana pertemuan dengan pemilik suara yang akhirnya dikonversi menjadi kongres pemilihan Komisi Pemilihan dan Komite Banding Pemilihan di Hotel Sultan, Jakarta pada Kamis 14/4 lalu. Dalam pertemuannya dengan Presiden FIFA, ia juga menyebut sempat terjadi debat argumentasi. Namun FIFA tetap bersikeras atas keputusannya menolak nama-nama yang sudah digugurkan Komite Banding Pemilihan tersebut.
Belakangan yang membuat Agum Gumelar merasa heran, George Toisutta, Nirwan Bakrie, dan Arifin Panigoro sendiri menurutnya sudah legowo dengan keputusan FIFA tesebut. “Saya sudah berjuang. Kalau tidak, lempar saya dengan botol atau caci maki,” tukas Agum dengan nada kesal, seusai menemui perwakilan kelompok 78 pemilik suara di Kantor PSSI, Senin (25/4/2011).
Terhadap ancaman K78 yang hendak memboikot kongres, Agum mengatakan tidak ambil pusing. “Kalau mereka tidak datang, mungkin kongres dianggap tidak sah. Namun, apa pun hasilnya, saya akan melaporkan kepada FIFA. Mereka yang akan memutuskan kongres sah atau tidak,” kata Agum.
Kekisruhan ini belakangan sampai juga ke telinga Save Our Soccer (SOS). Mereka pun meminta kelompok 78 membubarkan diri. SOS menyebutkan, jika diteruskan memperjuangkan kelompok tertentu, akan mengancam demokratisasi di sepakbola dan akan memperburuk keadaan. Dalam rilis yang dikirimkan oleh salah satu anggota SOS, Apung Widiadi (Kompas.com, Senin, 25/4/2011), SOS menilai hadirnya Komite Normalisasi (KN) tidak dengan serta merta menyelesaikan masalah PSSI. Masalah demi masalah muncul, intrik demi intrik, cara-cara kotor tetap dimainkan untuk memperebutkan posisi PSSI-1.
“Perebutan kursi kekuasaan PSSI semakin ramai dengan aroma sangat politis namun di sisi lain menjadi tidak menarik karena hadirnya muka-muka lama,” tulis pernyataan tersebut. SOS juga meminta melalui kongres yang demokratis, agar KN mengembalikan bahwa PSSI milik rakyat bukan milik kelompok tertentu.
Untuk mencegah agar polemik ini tidak berlarut-larut, banyak pihak mendesak pemerintah, dalam hal ini Menegpora Andi Mallarangeng bertindak tegas. Menegpora sendiri menyerukan agar keputusan FIFA tetap dihormati dan dijalankan. Selain itu, Menegpora juga mengaku tidak mendukung K78 menggelar kongres.
Kengototan pendukung George Toisutta (GT) ini belakangan semakin mengundang rasa prihatin berbagai kalangan. Aktivis Konsen dari Negarawan Center Johan Oloan Silalahi misalnya, mempertanyakan nasionalisme Jenderal George Toisutta yang terkesan diam. “Saya prihatin, Jenderal George Toisutta sebagai KSAD dan prajurit alumni Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) tidak mengedepankan kepentingan negara,” ujar Johan seperti dilansir INILAH.COM (18/5/2011). Jika GT ingin memperbaiki sepakbola nasional, menmurutnya tidak harus menjadi ketua umum. “Jika kubu beliau tetap ngotot dan FIFA akhirnya mengenakan sanksi pembekuan, habislah sepakbola kita. Kalau sudah begitu, terus sejatinya siapa yang menghancurkan sepakbola kita?” ujar Johan dengan serius. HS, MS (Berita Indonesia 84

Tidak ada komentar:

Posting Komentar