Kamis, 03 Oktober 2013

Masa Depan [2]



“Kau tahu, hidup penyu tak mudah lho.” Edwin mulai menjelaskan. “Membuat telurnya pun sangat sulit bagi induk penyu! Mereka harus berenang sejauh ribuan mil untuk mencapi daratan untuk bertelur. Dan perjuangan masih berlanjut ketika telur-telur itu sudah jadi. Induk penyu harus menyembunyikan telur-telur mereka dari pemangsa-pemangsa ganas. Oh, dan ketika sudah menetas, para tukak?penyu kecil? yang berhasil selamat dari pemangsa harus merayap sendirian menuju pantai dan beranang sejauh ribuan kilometer!”
    “Dan maksudmu?” tanya Luna lagi.
“Maksudku adalah,” Edwin menggenggam jemari Luna. “Dibanding penyu, kau sih tak ada apa-apanya. Masa kuliah saja takut? Penyu saja?yang tiap saat harus berjuang bertahan hidup?tidak takut!”
Luna tersenyum sebal. “Benar juga.”
“Ya, tentu saja! Dan kau sama sekali tak tahu betapa beruntungnya dirimu. Di luar sana ada ribuan gadis pemberani yang mau bertukar tempat denganmu,” Edwin balas tersenyum, ”percayalah, kuliahmu akan menyenangkan. Apalagi Jogja adalah kota yang asyik. Dengan teman-teman baru, lengkaplah sudah kehidupan sempurnamu. Aku jadi iri!”
Luna tertawa mendengarnya. Edwin memang selalu punya cara untuk membuatnya tenang.
“Masa depan bukan untuk ditakuti,” bisik Edwin lembut. “Tapi untuk dihadapi. Orang terkenal juga pernah bilang ini : nothing in life is to be feared, it’s only to be understood. Terserah kau mau mengikuti nasihat yang mana.”
“Aku pilih dua-duanya.” Luna mengangguk-angguk geli. Tapi satu pikiran lain mengganggunya lagi. “Lalu..” ia berkata lambat-lambat. “bagaimana dengan kita?” Luna menatap cemas tangan Edwin yang sedari tadi menggenggamnya.
Kali ini Edwin memutar bola matanya dengan gaya dramatis. “Ayolah! Bandung-Jogja sangat dekat! Pakai pintu doraemon pun bisa!”
Gurauan Edwin kali itu tidak menentramkan hatinya, tapi Luna tetap berusaha tenang.
“Jangan terlalu sibuk dengan kekhawatiranmu pada masa depan,” Edwin berkata dengan suara dalam. Ia menyandarkan kepalanya pada kepala Luna.” Genggam saja hari ini. Nikmati hari ini.”
Luna mengangguk. Hilanglah sudah semua keraguannya. Kali ini hatinya benar-benar terasa tenang.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamis, 03 Oktober 2013

Masa Depan [2]



“Kau tahu, hidup penyu tak mudah lho.” Edwin mulai menjelaskan. “Membuat telurnya pun sangat sulit bagi induk penyu! Mereka harus berenang sejauh ribuan mil untuk mencapi daratan untuk bertelur. Dan perjuangan masih berlanjut ketika telur-telur itu sudah jadi. Induk penyu harus menyembunyikan telur-telur mereka dari pemangsa-pemangsa ganas. Oh, dan ketika sudah menetas, para tukak?penyu kecil? yang berhasil selamat dari pemangsa harus merayap sendirian menuju pantai dan beranang sejauh ribuan kilometer!”
    “Dan maksudmu?” tanya Luna lagi.
“Maksudku adalah,” Edwin menggenggam jemari Luna. “Dibanding penyu, kau sih tak ada apa-apanya. Masa kuliah saja takut? Penyu saja?yang tiap saat harus berjuang bertahan hidup?tidak takut!”
Luna tersenyum sebal. “Benar juga.”
“Ya, tentu saja! Dan kau sama sekali tak tahu betapa beruntungnya dirimu. Di luar sana ada ribuan gadis pemberani yang mau bertukar tempat denganmu,” Edwin balas tersenyum, ”percayalah, kuliahmu akan menyenangkan. Apalagi Jogja adalah kota yang asyik. Dengan teman-teman baru, lengkaplah sudah kehidupan sempurnamu. Aku jadi iri!”
Luna tertawa mendengarnya. Edwin memang selalu punya cara untuk membuatnya tenang.
“Masa depan bukan untuk ditakuti,” bisik Edwin lembut. “Tapi untuk dihadapi. Orang terkenal juga pernah bilang ini : nothing in life is to be feared, it’s only to be understood. Terserah kau mau mengikuti nasihat yang mana.”
“Aku pilih dua-duanya.” Luna mengangguk-angguk geli. Tapi satu pikiran lain mengganggunya lagi. “Lalu..” ia berkata lambat-lambat. “bagaimana dengan kita?” Luna menatap cemas tangan Edwin yang sedari tadi menggenggamnya.
Kali ini Edwin memutar bola matanya dengan gaya dramatis. “Ayolah! Bandung-Jogja sangat dekat! Pakai pintu doraemon pun bisa!”
Gurauan Edwin kali itu tidak menentramkan hatinya, tapi Luna tetap berusaha tenang.
“Jangan terlalu sibuk dengan kekhawatiranmu pada masa depan,” Edwin berkata dengan suara dalam. Ia menyandarkan kepalanya pada kepala Luna.” Genggam saja hari ini. Nikmati hari ini.”
Luna mengangguk. Hilanglah sudah semua keraguannya. Kali ini hatinya benar-benar terasa tenang.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar